Konsep Pemimpin dalam Islam

kata9.com - Pemimpin itu dilahirkan untuk menjadi pemimpin, takdirnya, dari keturunan, ruhnya dan lainnya. Akan tetapi pemimpin itu bisa dididik, diarahkan agar menjadi pemimpin. Kalau saya memakai kedua – duanya. Kadang yang memiliki jiwa dan ruh pemimpin saja tidak cukup, perlu dididik, karena jiwa tumbuh dan bisa dikembangkan.

Gontor bukan hanya mendidik anak – anak menjadi guru tapi guru yang pemimpin dan bahkan da’i juga.  Pola pendidikan kita dalam mendidik santri – santri adalah untuk menjadi pemimpin. Dengan mendidiknya tidak cukup tapi perlu dikawal sehingga terarah dan terdidik oleh keadaan, keadaan dia dimasyarakat, Jakarta, Yogyakarta, dan masih banyak tempat lainnya. Apa yang menyebabkan orang terdidik dan tuassir ilaihi? yaitu adalah lingkungannya. Tarbiah itu adalah biah atau miliu .


lingkungan. Yang paling banyak mendidik adalah bukan universitas dimana dia sekolah dan menuntut ilmu akan tetapi tampat dimana dia tinggal / ngekos. Bila benar / baik tempat tinggalnya maka dia akan menjadi sukses, bila tempatnya kurang baik maka kurang baik pula kedepannya.

Banyak ”Kagamaan” istilah himpunan mahasiswa Gajah Mada, sekarang banyak terjun dimasyarakat persis alumni Gontor dengan IKPM – nya. Mereka memiliki ikatan yang kuat satu sama lain, mengadakan kegiatan – kagiatan dan perkumpulan.

Gontor mencoba pertama kali KH Imam Zarkasyi di departemen Agama yang masih dalam perjuangan tahun 45 – 47. Beliau berfikir siapa yang memimpin Gontor? Kemudian beliau kembali ke Gontor untuk memimpin Pondok.

Pada pulang memimpin Pondok, beliau berdebat dengan Muhammd Natsir. Dari mana dimulainya pendidikan itu? KH Imam Zarkasyi menjelaskan bahwa beliau memulai dari agama, dari agama setelah itu baru ilmu pengetahuannya. Kebalikannya Muhammad Natsir menjelaskan kita kalah dengan SMA, mereka itu insinyur - insinyur, dan sebagainya, maka kita didik seperti SMA dan kita isi agama. Perdebatan tak berujung, akhirnya masing – masing dengan pendiriannya mendirikan lembaga Pendidikan. KH Imam Zarkasyi ketimur mendirikan Pesantren Gontor, Muhammad Natsir kebaratan mendirikan SMA Muhammadiyah.

Alumni Gontor muncul pada tahun 80 puluhan, KH Imam Zarkasyi mengawal alumninya seperti Idam Kholid, dia adalah yang membantu beliau (KH Imam Zarkasyi) dalam hal – hal penting, orangnya cekatan, bahasanya bagus mengusai bahasa Arab, Inggris, dan yang menarik adalah bahasa Belandapun dia kuasai.

Pada waktu KH Imam Zarkasyi mau pulang dari Jakarta berbicara dengan KH Wahid Hasyim ayahnya Abdurrahman Wahid. Maka KH Wahid Hasyim menjelaskan bahwa ini perjungan umat yang lebih banyak, biar Gontor dipimpin oleh yang lain tapi Pak Kyai harus di sini. Salah satu upaya agar beliau tetap berada di Jakarta membantu KH Wahid Hasyim. Beliau tetap pada pendirian pulang untuk memimpin Gontor, untuk mendidik santri. KH Imam Zarkasyi menyerahkan Idham Kholid untuk mengantikan beliau.

KH Imam Zarkasyi pernah menjadi Pegawai Negeri karena dipaksa oleh Jepang untuk menjadi ketua Departemen Agama di Madiun, bila tidak maka akan dibunuh.

Pada waktu KH Imam Zarkasyi kembali ke Gontor, Idam Kholid menjadi sekretaris menteri Agama. Namanya semakin naik dan mendapat kepercayaan pada waktu menteri Agama tidak dapat menghadiri undangan mengutusnya untuk berbicara atas nama menteri Agama, tepatnya di Tebu Ireng Jombang didepan ulama’ dan Kyai – kyai. Waktu berbicara dengan gaya bahasa yang enak, dan menguasai bahasa arab, Inggris dengan baik persis pada waktu latihan pidato di Gontor. Dengan itu hadirin tercengang, dan mempertanyakannya, siapa dan darimana.

Setelah menjadi sekretaris menteri Agama Idam Kholid pulang ke Kalimantan dan menjadi anggota DPR, kemudian ke Jakarta kembali untuk menjadi anggota DPR, kemudian menjadi ketua PB NU. Beliau menjabat ketua PB NU selama 23 tahun. Setelahnya digantikan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) bekerjasama Beni Murdani. Dengan dalih dan alasan menerima Pancasila.
Dari situ mulailah Gontor mengawal alumni – alumninya, contoh yang lain Nurcolis Majid, juga dikawal pada waktu menjadi ketua HMI, tapi ketika dikirim ke Amerika dan datang kembali sudah lain lepas dari pengawalan, tersusupi liberalisme, sekulerisme, jadi rusak. Muhammad Natsir kecewa, Gontor juga menyanyangkannya.

Setelah itu Saya disuruh KH Imam Zarkasyi ke Jakarta untuk menemui Muhammad Natsir, dan berberapa tokoh lainnya dengan maksud menjelaskan bahwa Nurcolis dari Gontor akan tetapi Gontor bukan Nurcolis. Begitu seharusnya kita mengatakan kepada masyarakat banyak. Begitu yang haus kita ucapkan, baik Din Syamsuddin, dan Hasyim Muzadi.

Saya harus berhati – hati dalam membawa Gontor, Polemik yang baru adalah tentang Jihad. Ada yang merubah makna jihad, jihad itu tanpa pengorbananan apa – apa. Gontor mengatakan ”Bondo Bahu Pikir lek Perlu Sak Nyawane Pisan”.

Dengan nyawa seakalian itu tidak apa – apa,

قاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم

Kalau tidak berjihad bagaimana? Masak kita disakiti, teman kita dibunuh, dan lainnya diam saja. Dengan dalih dan alasan bahwa Islam itu adalah agama yang cinta damai, maka cukup dengan ”maungidoh hasanah, jadilhum billati hia ahsan”. Islam memang agama yang cinta akan kedamaian tapi dalam kontek ini jangan menyalahkan Islamnya tapi salahkan yang membunuh dan memulai pertama kali.

Melihat itu, orang radikal yang berbahaya bukan hanya perbuatannya tetapi juga ucapannya yang manis dan menyesatkan orang banyak.

Jihad dan perjuangan itu harus ada tapi cara berjihad itu yang perlu kita luruskan. Karena banyak cara seseorang untuk berjihad, jihad dengan hati, dengan harta, dan kalau perlu dengan nyawa sekalian.

’Alim sholeh insya Allah

Subscribe to receive free email updates: