Khutbah Jum'at Bulan Syawal: Ajuran Menikah dan memudahkan pernikahan pada Hadist & Ayat Al-Qur'an

Ajuran Untuk Menikah dan memudahkan pernikahan adalah sesuatu yang paling dianjurkan karena pernikahan bukan hanya satu belah pihak namun dua pihak menjadi satu, nah untuk itu kami akan mengutip dari sebuah buku Khutbah Jum'at Terkait pernikahan dan dalil terkait anjuran dalam menikah sebagai berikut ini:

Khutbah Juma'at Pertama

Bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwasannya Allah telah mensyariatkan untuk mendapatkan kemaslahatan yang besar, diantaranya yaitu menjaga pandangan dari melihat sesuatu yang tidak halal dan menjaga kemaluan. Nabi bersabda:


من استطاع الباءة فليتزوّج , فإنّه أغضّ للبصر وأحصن للفرج

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah mampu, maka menikahlah karena sesungguhnya nikah itu lebih mampu menjaga pandangan dan menjaga kemaluan.”
Diantara tujuan nikah juga adalah menumbuhkan ketenangan dan ketentraan dalam jiwa.
Allah berfirman (Ar-Rum:21(

anjuran menikah

Menikah juga menjadi penyebab mendapatkan keturunan yang saleh yang bermanfaat bagi pasangan suami-istri dan masyarakat Muslim. Nabi, SAW. Bersabda.

تزوّجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الامم

(“Menikahlah dengan wanita yang penuh kasih sayang dan subur karena sesungghnya aku berbangga-bangga dengan umat yang banyak.” (HR. Abu daud, An-Nasa’i, Al- Hakim. Redaksi hadist ini menu Al-Hakim,  Ia berkata sanadnya shahih.”)
Diantara kemaslahatan menikah adalah suami bertanggung jawab menanggung nafkah dan kehidupan istri, melimpahkan rasa tenang kepadanya, enjaga keluhurannya dan mencari rizki untuknya, memuliakannya dari kehinaan perawan tua dan kerusakan dirumah keluarganya.

Allah berfirman (An-Nur:32)

Hadirin Rakhimakumullah
Dalam Al-Qur’an dan hadist disebutkan bahwa menikah begitu penting dan memiliki manfaat yang besar, sudah seharusnya kaum Muslimin memerhatikan masalah ini, mempermudah proses menuju pernikahan, saling bantu-membantu untuk mewujudkannya, mencegah orang yang hendak mempersulitnya, yaitu orang-orang bodoh dan hina, yang hendak membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mau memperbaikinya. Ada orang yang ketika mendengar seorang lelaki yang melamar, mereka berusaha menghalanginya. Ada pula yang ingin menjadikan nikah hanya untuk kepentingan pribadi ereka dan menjadikanya tunduk dibawah hasrat rendah mereka. Ada pula yang hanya ingin merusak dan enghalangi usaha perbaikan dan menampakkan rasa iri dan dengki kepada orang-orang baik dan pelaku kebaikan.
Untuk menghentikan makar orang-orang tersebut dan agar supaya pernikahan sesuai dengan syari’at, Allah menyerahkan tanggung jawab pernikahan kepada orang-orang yang bijaksana dan para wali yang saleh.

Allah berfirman, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu.” (An-Nur:32). Perintah dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang berakal, sebagaimana Nabi SAW, bersabda,”Apabila datang seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia, Jika kalian tidak melakukan, akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi.” (HR At-Tarmidzi, Dia berkata, “Hadist ini hasan gharib).
Diantara hambatan dalam pernikahan adalah beban yang berat untuk memberikan mahar yang mahal, bermegah-megah dalam resepsi, dan menyewa gedung mewah. Itu semua dilakukan untuk menyenangkan kaum, orang-orang bodoh, dan golongan yang suka berfoya-foya serta menghamburkan harta. Allah berfirman, “Sesungguhnya pemboros-peboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al-Isra:27)
Sudah seharusnya kaum Muslimin menghilangkan tradisi yang buruk ini dan mengamalkan sunah Rasulullah dalam hal mempermudah biaya pernikahan dan memperingan mahar.
Umar bin Khattab berkata, “Janganlah kalian bermahal-mahal dalam mahar wanita. Sebab, seandainya bermahal-mahal dalam mahar itu merupakan kemuliaan di dunia atau merupakan ketakwaan di sisi Allah, niscaya yang paling berhak melakukannya diantara kalian adalah Rasulullah. Namun demikian, beliau tidak pernah memberi mahar kepada seorang pun dan istri-istrinya dan tidak pula seorang dari putri-putrinya lebih dari 12 uqiyah.” (HR Imam yang lima dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi).
Dua belas uqiyah setara dengan 120 riyal Saudi dengan Riyal yang berasal dari perak. Apalah artinya mahar sebesar ini bila dibandingkan dengan mahar yang kalian ketehui zaman sekarang.
Nabi telah memungkiri sikap bermahal-mahal dalam mahar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanna Nabi berkata kepada seorang lelaki, “ Berapakah mahar pernikahanmu?” lelaki itu menjawab,” 4uqiyah.” Nabi berkata, “4 Uqiyah? Seolah-olah engkau sedang memahat perak dari permukaan gunung ini.”Para ulama berkata, “Nabi engingkari besaran mahar seperti ini, karena lelaki itu tergolong miskin, sedangkan makruh hukumnya seseorang yang miskin meanggung mahar sebanyak ini, bahkan haram hukunya apabila ia tidak sanggup memenuhinya kecuali dengan meminta-minta atau dengan cara-cara yang diharamkan.
Makruh hukumnya bagi orang kaya untuk membayar mahar yang mahal jika itu dilakukan untuk membanggakan, karena ia telah mencontohkan sesuatu yang buruk pada orang lain. Adapun walimah (resepsi) pernikahan hukumnya sunnah. Nabi telah bersabda kepada sebagian sahabatnya ketika mereka menikah:

أَوْلِمْ بِشاَةٍ

“Adakanlah walimah, meskipun hanya dengan memotong seekor kambing.”
Hal ini sesuai dengan kadar kemampuan si suami. Hendaknya ini tidak ditinggalkan. Begitu pula tidak boleh berlebih-lebihan dalam mengadakan pesta pernikahan dengan menyewa gedung mewah. Demikian pula walimah itu tidak mengandung kemungkaran, seperti berbaurnya laki-laki-perempuan, atau adanya seruling, foto-foto dan membuka aurat., Tidak boleh bagi seseorang Musli mengadiri pesta pernikahan yang terdapat kemungkatan, kecuali ia dapat mencegah kemungkaran tersebut.

Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.....
Diantara yang mengahalangi pernikahan adalah alasan-alasan yang dibuat oleh para gadis atau wali mereka, yaitu seorang gadis harus menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi. Hal itu membuang-buang usia emas mereka dan menolak secara tidak langsung para pemuda yang sudah mampu menikah. Padahal studi bukanlah satu-satunya yang terpenting, sementara menikah merupakan hal yang paling penting. Lalu apalah yang terjadi apabila seorang gadi memperoleh gelar yang sangat tinggi, tetapi dia terlambat enikah diusianya yang sesuai. Sungguh, ia mengalami kerugian dalam kehidupan pernikahannya yang tidak akan kembali lagi. Karena kebahagiaan seorang wanita adalah mendapatkan pasangan suami yang saleh bukan karena memperoleh gelar akademis. Ia tidak begitu butuh gelar akademis, namun sangat butuh menikah
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Bertakwalah kepada Allah terhadap perkara anak gadis kalian. Jangalah kalian menyia-nyiakan kesempatan menikah untuk mereka karena alasan pendidikan. Meskipun ia belum menginginkan menikah karena alasan pendidikan. Meskipun ia belum menginginkan menikah karena masih ingin kuliah, sesungguhnya hal itu adalah pertimbangan yang pendek. Sudah seharusnya seorang wali untuk memengaruhi anak gadisnya untuk lebih mementingkan pernikahan dari pada studi, menjelaskan kepadanya reskio yang bisa tibul akibat menunda pernikahan, dan bahwasanya studi tidak dapat menggantikan kemaslahatan pernikahanyang terlewatkan.
Yang lebih berbahaya daripada itu adalah sebagaian pemudi yang menjadi karyawan atau pegawai kemudian tidak menikah atau tidak berhasrat untuk segera enikah karena ingin tetap bekerja. Adapula sebagian orang tua yang menginginkan anak gadisnya tidak menikah agar tetap melanjutkan karier dan menikmati gajinya. Ia tidak peduli dengan fitnah yang bisa menimpa anak gadisnya serta tidak menghiraukan hilangnya maslahat pernikahan karena tidak menikah. Bukankah ini halangan yang dilarang Allah dan diharamkan-Nya dalam kitab suci-Nya?
Termasuk penghalang pernikahan adalah si wali (orang tua) menghalangi anak gadisnya untuk menikah dengan pria sekufu yang melamarnya dan ia meridlainya demi kepentingan pribadinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Apabila seorang gadis dilamar oleh pria yang sekufu, lalu dilamar lagi oleh pria lainnya, sedangkan orang tuanya menghalanginya, maka hal itu menjadi dosa besar bagi si wali dan menggugurkan perwaliannya. Sebab itu, bentuk perkara yang membahayakan dan kefasikan”.
Para ulama menyebutkan bahwasannya apabila wali yang lebih dekat menghalang-halangi, perwalian berpindah kepada wali yang jauh. Apabila si gadis tidak memiliki wali selain wali yang menghalangi, atau ia memiliki beberapa wali, namun  mereka semua menolak untuk menikahkannya, maka penguasalah yang menjadi wali yang menikahkannya.
Hal itu berdasarkan sabda Nabi SAW, “Apabila mereka (para wali) berselisih, penguasalah yang menjadi wali bagi gadis yang tidak memiliki wali.” Maksudnya, ika para wali itu enggan untuk menikahkanna, baik halangan itu muncul dari sebagian  wali kepada pria yang melamar atau karena berhasrat ingin menikmati gaji dari anak gadis atau kepentingan-kepentingan buruk lainnya.
Sedangkan menghalangi wanita yang ingin menikah dengan lelaki yang diridhainya padahal lelaki itu tidak sekufu, hal ini merupakan tindakan yang benar dan tidak termasuk menghalangi, karena hal itu dilakukan untuk kebaikan di gadis dan menolak aib keluarga.
Bertakwalah wahai para wali dan orang tua, jangalah kalian menghalangi anak gadis kalian dari menikah demi kepentingan hawa nafsu, hasrat pribadi, ketamakan atau ketidak pedulian kalian. Mereka berada dalam tanggung jawab pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Bisa jadi keterlambatan atau tidak menikah akan menyebabkan aib dan kehinaan yang tidak bisa dibersihkan dengan air laut.
Kaum muslimin rahimakumullah.....
Bertakwalah kepada Allah, dan perhatikanlah masalah dengan serius, Allah berfirman:
(Ath-Thalaq:2-3)
Jangan sampai hasrat kalian adalah ketaakan terhadap mahar atau berbangga-bangga dalam penampilan dan melupakan akibat akhirnya. Ambillah pelajaran dari masyarakat –masyarakat yang kaum waitanya hanya sibuk studi, pekerjaan dan karir dan menunda nikah atau sidak sekali memberi perhatian. Terhadap pernikahan. Perhatikanlah kerusakan akhlak, kehormatan yang ternoda hancurnya sendi-sendi keluarga, rusaknya pendidikan, sunyinya rumah dari istri-istri yang salehah sehingga kaum wanita menjadi seperti lelaki; menjadi pekerja dan bukannya ibu rumah tangga atau pendidik anak-anak. Rumah mereka seperti ruah bujangan yang membutuhkan orang mengurusnya. Orang yang bahagia adalah orang yang mau mengambil pelajaran dari orang lain. Dan orang yang sengsara adalah orang yang tidak mengambil pelajaran dari banyak nasihat.
(An-Nur:32)

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم

Khotbah Kedua:
Ma’asyiral Muslimim Rahimani wa rahimakumullah
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwasannya diantara yang menghalangi pernikahan dan halangan paling besar serta kezaliman yang paling parah yang sering terjadi adalah menjodohkan anak perempuan dengan anak pamannya atau kerabatnya: Ia tidak dinikahkan kecuali dengan dia meskipun ia tidak menginginkannya . Jika ia menikah dengan orang lain (selain anak pamannya) tanpa seizinnya dan kerelaan hatinya anak paman tersebut akan mengancam dengan keras. Ini merupakan tradisi jahiliyah dan kezaliman yang besar yang harus dicegah dan dihapuskan. Tradisi yang batil seperti ini mirip dengan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat  jahiliyah.
Dahulu, ketika seorang meninggal dunia dan meninggalkan istri, si istri akan diwariskan kepada kerabatnya sebagaiamana halnya dengan harta warisan. Jika mau, si istri itu bisa dinikahi, dan jika mua pula ia bisa dinikahkan dengan orang lain, tetapi ia (orang yang menikahkan) berhak mengambil maharnya. Dan jika mau pula ia membiarkan si istri itu padanya sampai wanita itu memberinya sejumlah harta yang ia inginkan. Kemudia turunlah Firman Allah:
An-Nisa’:19
Kemudian Allah membatalkan tradisi jahiliah itu dan enghapus kezaliman itu terhadap wanita, kemudian memberikan haknya dalam memilih suai yang sesuai dengannya. Allah menjadikan wanita berhak mengatur dirinya sendiri. Orang-orang yang menjodohkan wanita sejak kecil pada zaman sekarang ingin mengulangi tradisi jahiliyah dalam agama islam ini.
Sudah seharusnya mereka bertobat kepada Allah dan meninggalkan tradisi buruk ini, Siapa yang tidak meninggalkannya, sudah seharusnya pemipin kaum muslimin untuk mencegahnya dan memberikan sanksi yang membuatnya jera.
Bertakwalah kepada Allah, wahai para wali, dalam  masalah anak perempuan dan saudara perempuan kalian dan wanita siapa saja yang berada dalam perwakilan kalian, untuk segera menikahkan mereka dan mencarikan suami yang saleh dalam agama dan akhlaknya, tanpa melihat pada penampilan dan pertimbangan-pertimbangan yang semu. Hal itu untuk mengamalkan sabda Nabi SAW:
“Apabila datang seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, nikahkanlah ia. Jika tidak, akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi.”
Diantara kezaliman besar bagi wanita dan rintangan yang menghalangi pernikahan adalah si wali menghalangi pernikahan kecuali dengan syarat orang lain itu menikahkan anak perempuannya dengannya. Inilah yang disebut orang umum dengan nikah badal. Sedangkan syari’at menamakannya dengan nikah Syighar.
Apabila tidak ditentukan maharnya dan wanita dijadikan sebagai penukar wanita lainnya, berarti nikah ini batil berdasarkan ijak para ulama. Jika ditentukan aharanya para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahannya. Namun, yang benar, nikah seperti itu batil, karena Rasulullah melarang hal itu dan memperingati hal itu. Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih uslim diriwayatkan hadist dari Inu Umar bahwasanya Nabi melarang Nikah Syighar.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah melarang Nikah Syighar. Beliau bersabda Syighar adalah seorang laki-laki berkata, “Nikahkan aku dengan anak perempuanmu dan aku akan menikahkanmu dengan anak perempuanku, atau nikahkan aku dengan saudarimu dan aku akan menikahkanmu dengan saudariku.” Nabi SAW juga pernah bersabda, “ Tidak ada syighar dalam islam.
Karena Syigharmenimbulkan peaksaan terhadap perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak disukainya hanya karena mengedepankan kepentingan  walinya dari pada kepentingan si wanita. Nikah Syighar juga menimbulkan kerugian dipihak wanita sebab tidak adanya mahar, begitu juga akan menyebabkan perselisihan dan permusuhan setelah menikah. Seandainya jika terjadi perselisihan pada saah satu pasangan, maka akan mempengaruhi pasangan lainnya, meskipun pasangan yang lain tidak saling berselisih, karena setiap pasangan tergantung dengan pasangan lainnya.
Saudara-saudaraku kaum muslim rahimakumullah

Bertakwalah kepada Allah. Berhentilah melakukan apa saja saja yang diharakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketahuilah bahwa sebaik-baik perkataan adalah kitab suci Allah.

Subscribe to receive free email updates: